Welcome

Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Resensi Buku Cermin Retak Indonesia : Menguak Tabir Penyalahgunaan Kekuasaan Orde Baru



Judul Buku      : Cermin Retak Indonesia
Pengarang        : George Junus Adicondro
Penerbit           : CERMIN
Tahun              : 2001
Jenis Buku       : Non-fiksi
Tebal Halaman : 111 halaman, 15 x 20,5 cm

            George Junus Adicondro, penulis buku-buku kontroversial yang dulunya adalah seorang buruh pers di majalah Tempo. George memiliki kepribadian yang tekun, kritis, dan lugas yang dalam dirinya bisa dilihat jiwa-jiwa investigator, akademisi dan aktivis. Ia tak pernah lelah mengungkapkan keserakahan para petinggi-petinggi negara ini.
            George sudah beberapa kali menerbitkan buku. Bukan George Junus Adicondro namanya jika buku yang ditulis tidak kontroversial. Namun itulah yang menjadi ciri khasnya. George seolah tidak memiliki rasa takut membongkar kejahatan-kejahatan politik di negara kita. Walaupun mungkin banyak juga yang menganggapnya terlalu berani.
Buku terakhir yang Ia tulis dan yang paling kontroversial adalah Membongkar Gurita Cikeas (2009), yang di dalamnya bercerita tentang pengadaan dana sebesar Rp 6,7 triliun yang tak sesuai peruntukannya. Bahkan berkembang pula rumor bahwa dana itu masuk ke kantong Partai Demokrat dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk dana kampanye kala itu. Buku Cermin Retak Indonesia juga merupakan sebuah buku yang kontroversial, dimana George menguak segala penyalahgunaan kekuasaan Soeharto.
            Dalam buku ini George mengungkapkan tentang bagaimana sebenarnya kedudukan GAM yang menurutnya harus dipertahankan hak-hak asasi kolektifnya. Karena secara historis wilayah Kesultanan Aceh tidak termasuk wilayah jajahan Hindia Belanda yang diserahkan kedaulatannya pada RI di Den Haag tanggal 27 Desember 1949. Jadi, menurut sejarah, posisi Aceh sama seperti Timor Loro Sa’e yang mempunyai hak menentukan nasib sendiri.
            George juga mengungkapkan bagaimana Soeharto, bersama almarhumah istri dan keenam anaknya, mendirikan yayasan yang tujuan tertulisnya adalah untuk mendanai berbagai kegiatan sosial dan bantuan. Namun pada kenyataannya, Soeharto memanfaatkan yayasan-yayasan ini untuk menghindari pajak dan mengumpulkan kekayaan dengan cara mengaburkan perbedaan antara perusahaan publik dan perusahaan pribadi.
            Semasa Soeharto berkuasa, Ia berkali-kali menerbitkan Keputusan Presiden dan Peraturan Menteri demi kepentingan keluarga dan lingkaran terdekatnya tanpa persetujuan dewan. Ia juga berkali-kali menyalahgunkan uang publik yang mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi negara. Rezim Orde Baru juga melahirkan peran politik militer dengan doktrin bernama Dwifungsi, yang muncul dari kompetisi antara militer, terutama Angkatan Darat dengan Partai Komunis Indonesia untuk mendapatkan kontrol hegemonik atas sistem politik dan ekonomi nasional. Apalagi setelah kudeta Soeharto atas Soekarno pada tahun 1965-1966, peran ABRI makin merangsek maju.
            111 halaman yang benar-benar menguak kejahatan rezim Orde Baru. Beberapa gaya penulisan memang sulit dipahami oleh orang awam seperti saya, contohnya ketika membaca bab tentang Indonesia: Mitos Dominasi Cina (hal. 8). Runtutan analisa tentang kekayaan Grup Salim dan ‘sapi perahnya’ sedikit susah dipahami. Namun pernyataannya tentang dominasi Cina cukup menarik.
“Golongan Cina hanya sejumlah 3,5% dari seluruh jumlah penduduk, tapi menguasai 70% ekonomi Indonesia”
Selain sulit dipahami pada bagian-bagian tertentu, saya merasa George dalam buku ini hanya memaparkan tentang sejumlah indikasi adanya penyelewengan, tapi belum memiliki kekuatan sebagai tuntutan hukum. Namun secara keseluruhan, buku ini benar-benar bagus dan layak dibaca sebagai bahan pengetahuan dan menjadi pelajaran agar kita atau para petinggi negara melakukan penyelewengan kekuasaan.


           
           

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Sabtu, 19 Januari 2013

Resensi Buku Cermin Retak Indonesia : Menguak Tabir Penyalahgunaan Kekuasaan Orde Baru

Diposting oleh Unknown di 04.21 0 komentar


Judul Buku      : Cermin Retak Indonesia
Pengarang        : George Junus Adicondro
Penerbit           : CERMIN
Tahun              : 2001
Jenis Buku       : Non-fiksi
Tebal Halaman : 111 halaman, 15 x 20,5 cm

            George Junus Adicondro, penulis buku-buku kontroversial yang dulunya adalah seorang buruh pers di majalah Tempo. George memiliki kepribadian yang tekun, kritis, dan lugas yang dalam dirinya bisa dilihat jiwa-jiwa investigator, akademisi dan aktivis. Ia tak pernah lelah mengungkapkan keserakahan para petinggi-petinggi negara ini.
            George sudah beberapa kali menerbitkan buku. Bukan George Junus Adicondro namanya jika buku yang ditulis tidak kontroversial. Namun itulah yang menjadi ciri khasnya. George seolah tidak memiliki rasa takut membongkar kejahatan-kejahatan politik di negara kita. Walaupun mungkin banyak juga yang menganggapnya terlalu berani.
Buku terakhir yang Ia tulis dan yang paling kontroversial adalah Membongkar Gurita Cikeas (2009), yang di dalamnya bercerita tentang pengadaan dana sebesar Rp 6,7 triliun yang tak sesuai peruntukannya. Bahkan berkembang pula rumor bahwa dana itu masuk ke kantong Partai Demokrat dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk dana kampanye kala itu. Buku Cermin Retak Indonesia juga merupakan sebuah buku yang kontroversial, dimana George menguak segala penyalahgunaan kekuasaan Soeharto.
            Dalam buku ini George mengungkapkan tentang bagaimana sebenarnya kedudukan GAM yang menurutnya harus dipertahankan hak-hak asasi kolektifnya. Karena secara historis wilayah Kesultanan Aceh tidak termasuk wilayah jajahan Hindia Belanda yang diserahkan kedaulatannya pada RI di Den Haag tanggal 27 Desember 1949. Jadi, menurut sejarah, posisi Aceh sama seperti Timor Loro Sa’e yang mempunyai hak menentukan nasib sendiri.
            George juga mengungkapkan bagaimana Soeharto, bersama almarhumah istri dan keenam anaknya, mendirikan yayasan yang tujuan tertulisnya adalah untuk mendanai berbagai kegiatan sosial dan bantuan. Namun pada kenyataannya, Soeharto memanfaatkan yayasan-yayasan ini untuk menghindari pajak dan mengumpulkan kekayaan dengan cara mengaburkan perbedaan antara perusahaan publik dan perusahaan pribadi.
            Semasa Soeharto berkuasa, Ia berkali-kali menerbitkan Keputusan Presiden dan Peraturan Menteri demi kepentingan keluarga dan lingkaran terdekatnya tanpa persetujuan dewan. Ia juga berkali-kali menyalahgunkan uang publik yang mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi negara. Rezim Orde Baru juga melahirkan peran politik militer dengan doktrin bernama Dwifungsi, yang muncul dari kompetisi antara militer, terutama Angkatan Darat dengan Partai Komunis Indonesia untuk mendapatkan kontrol hegemonik atas sistem politik dan ekonomi nasional. Apalagi setelah kudeta Soeharto atas Soekarno pada tahun 1965-1966, peran ABRI makin merangsek maju.
            111 halaman yang benar-benar menguak kejahatan rezim Orde Baru. Beberapa gaya penulisan memang sulit dipahami oleh orang awam seperti saya, contohnya ketika membaca bab tentang Indonesia: Mitos Dominasi Cina (hal. 8). Runtutan analisa tentang kekayaan Grup Salim dan ‘sapi perahnya’ sedikit susah dipahami. Namun pernyataannya tentang dominasi Cina cukup menarik.
“Golongan Cina hanya sejumlah 3,5% dari seluruh jumlah penduduk, tapi menguasai 70% ekonomi Indonesia”
Selain sulit dipahami pada bagian-bagian tertentu, saya merasa George dalam buku ini hanya memaparkan tentang sejumlah indikasi adanya penyelewengan, tapi belum memiliki kekuatan sebagai tuntutan hukum. Namun secara keseluruhan, buku ini benar-benar bagus dan layak dibaca sebagai bahan pengetahuan dan menjadi pelajaran agar kita atau para petinggi negara melakukan penyelewengan kekuasaan.